Mitrapolisi/
BANDUNG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Provinsi Jawa Barat mengajak masyarakat untuk melakukan mitigasi atau
pengurangan risiko bencana. Terutama terhadap daerah-daerah yang rawan banjir
dan tanah longsor.
Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Jawa Barat Dicky Saromi mengatakan, mitigasi ini bisa dilakukan
melalui mitigasi struktural dan nonstruktural. Mitigasi struktural dilakukan
BPBD Jawa Barat melalui diseminasi, seperti himbauan dan peringatan dini
melalui medai sosial terhadap daerah-daerah yang rawan terjadinya bencana.
“Sedangkan melalui mitigasi struktural, mari hutannya terus
kita jaga, kita tingkatkan tutupannya, mari bangunan pengendali banjirnya kita
tuntaskan. Karena banyak hal yang sampai sekarang juga belum tuntas,” kata
Dicky Saromi pada acara press conference terkait siaga darurat banjir dan tanah
longsor di Jawa Barat yang dikemas dalam forum Japri (Jabar Punya Informasi) di
Gedung Sate, Jl. Diponegoro No. 22, Kota Bandung, Rabu (14/11/18).
“Mari drainase atau sistem tata airnya juga kita perbaiki,
termasuk kita menghindari timbunan-timbunan sampah yang menutupi
saluran-saluran air itu. Juga tata ruangnya agar terus bisa diperhatikan,”
lanjutnya.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya potensi
kebencanaan di Jawa Barat. Pertama, dari sisi tutupan lahan hutan yang
rata-rata masih di bawah 20% untuk seluruh DAS. Idealnya kawasan tutupan lahan
hutan berada di kisaran 30% untuk setiap DAS.
Kedua, potensi air permukaan dimana curah hujan yang
mencapai 48 miliar meter kubik setiap tahun hanya bisa dimanfaatkan sebesar 15
miliar meter kubik. Sementara sisanya terbuang ke luat atau menjadi run off.
“Ini yang kita lihat hampir sebagian besar terbuang ke laut
atau menjadi run off. Kalau menjadi run off ini akan menjadi banjir kalau tata
airnya tidak baik, terutama drainase atau aliran-aliran airnya. Ini yang harus
kita perhatikan,” ujar Dicky.
Faktor ketiga adalah tata ruang dan bangunan. Dicky menilai
penataan ruang dan bangunan harus sudah mulai diperketat, sehingga eskalasi
bencana setiap tahun tidak akan semakin tinggi. Selain itu, bangunan pengendali
banjir pun harus dipercepat penyelesaiannya.
“Seperti kolam retensi kan baru ada satu di Cieunteung.
Harapan kita kalau tidak salah sampai lima tapi sekarang baru satu terwujudnya,
jadi tergenangnya (air) juga tidak mungkin banyak. Jadi, itu contoh-contoh
bahwa bangunan pengendali banjir itu belum semuanya tuntas,” katanya.
Jabar Siaga Darurat Banjir & Tanah Longsor
Pemda Provinsi Jawa Barat telah menetapkan siaga darurat
banjir dan tanah longsor mulai 1 November 2018 - 31 Mei 2019. Hal ini tercantum
dalam SK Gubernur Jawa Barat Nomor: 362/Kep.1211-BPBD/2018.
Melalui SK tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
menetapkan upaya atau langkah semua stakeholder dalam penanggulangan bencana,
yaitu:
1. Segera
mempersiapkan langkah-langkah guna menghadapi kemungkinan terjadinya bencana
banjir, tanah longsor, angin puting beliung, dan gelombang tinggi,
2. Segera
menginventarisir kesiapan dan pengerahan sumber daya manusia, peralatan, dan
logistik yang ada serta yang diperlukan untuk penanganan apabila terjadi
bencana,
3. Segera
melaksanakan pengurangan risiko (mitigasi) bencana serta menghimbau dan mengaktifkan
peran serta masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana.
“Dengan adanya SK ini masyarakat diminta untuk turut serta
bersama-sama dalam melakukan pengurangan risiko bencananya, baik itu pada
daerah-daerah yang rawan longsor maupun rawan banjir,” tukas Dicky.
“Terutama bilamana ada anomali cuaca atau ketidakwajaran
pada kondisi cuaca atau mungkin juga pada kondisi wilayahnya untuk segera
mengevakuasi secara dini,” tambahnya.
Dicky menambahkan bahwa saat ini semua wilayah Jawa Barat
dalam posisi siaga darurat banjir dan longsor. Namun, apabila dipetakan untuk
daerah yang memiliki potensi banjir berada di wilayah utara dan tengah Jawa
barat.
“Untuk banjir itu utara dan tengah. Kalaulah sekarang
kejadian di tengah, itu karena memang curah hujannya yang di utara itu masih
belum begitu tinggi. Inilah hendaknya yang menjadi perhatian kita semua di
daerah utara,” ucap Dicky.
Kemudian wilayah Jawa Barat yang berpotensi tinggi bencana
banjir terletak pada bagian utara dan tengah Provinsi Jawa Barat, yaitu: Kab.
Cianjur, Kab. Bandung, Kab. Kuningan, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab.
Sumedang, Kab. Indramayu, Kab. Subang, Kab. Purwakarta, Kab. Karawang, Kab.
Bekasi, Kota Bandung, dan Kota Cirebon.
Sementara untuk daerah potensi longsor, Dicky menuturkan ada
di wilayah tengah dan selatan Jawa Barat. “Kalau untuk longsor itu adalah di
tengah dan selatan. Untuk longsor di tengah dan selatan ini harus juga menjadi
perhatian kita dalam pengendalian-pengendaliannya supaya risiko bencananya bisa
dikurangi,” tuturnya.
Wilayah Jawa Barat yang berpotensi tinggi bencana longsor
terletak pada bagian tengah dan selatan Provinsi Jawa Barat. Hanya Kab.
Indramayu, Kab. Bekasi, Kota Bogor, Kota Cirebon, dan Kota Cimahi yang tingkat
kerentanan gerakan tanahnya sedang.
Hingga saat ini di Jawa Barat terdapat 23 kejadian banjir
dan 60 kejadian tanah longsor. Termasuk di tiga wilayah, yaitu Kabupaten
Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Pangandaran dengan total jumlah
pengungsi mencapai 2.243 kepala keluarga, 7.099 jiwa.
“Kita sudah melakukan bantuan-bantuan. Kalaulah kurang nanti
kita akan bantu kembali. Yang sudah disalurkan terutama makanan siap saji dan
sebagainya,” kata Dicky.