Mitrapolisi/
BANDUNG - Awal tahun ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat menyerahkan izin bidang
pertambangan kepada 34 pemohon usaha. Secara simbolis, Gubernur Jawa Barat
Ahmad Heryawan (Aher) menyerahkan kepada lima pemohon di Aula Kantor Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat,
Jl. Sumatera No. 50, Kota Bandung, Rabu pagi (31/1/18).
Dari 34 pemohon ini, terdiri dari 21 pemohon WIUP, 4 (empat)
pemohon IUP Eksplorasi, 2 (dua) pemohon IUP Operasi, dan 7 (tujuh) pemohon
usaha Operasi Produksi Perpanjangan. Sementara 5 (lima) pemohon dengan izin
terluas, yaitu:
1. PT Sukabumi Silika Resources, penetapan Wilayah Izin
Usaha Pertambangan (WIUP) untuk komoditas Pasir Kuarsa dengan luas 48,76 ha,
2. PT Mustika Purbantara Utama, Izin Usaha Pertambangan
(IUP) Eksplorasi untuk komoditas Batu Andesit dengan luas 47,16 ha,
3. H. Usup, IUP Operasi Produksi untuk komoditas Pasir
dengan luas 35 ha,
4. PT Bina Insanni Selaras, penetapan WIUP untuk komoditas
Tanah Urug dengan luas 30,05 ha,
5. PT Sukses Jayamandiri Perkasa, penetapan WIUP untuk
komoditas Sirtu dengan luas 27,30 ha.
Dalam sambutannya di hadapan para pemohon, Aher berpesan
agar mereka bisa tetap menjaga lingkungan dalam usahanya. Meskipun eksplorasi
alam yang manfaatkan berupa bahan tambang. "Saya tetap berpesan kepada
para pihak (pengelola pertambangan) agar menjaga alam semesta ini tetap
lestari. Karena dampak buruk dari usaha pertambangan adalah rusaknya
lingkungan. Ketika kita berkomitmen untuk tidak merusak bisa," ujar Aher
dalam sambutannya.
"Mari kita lakukan tugas kekhalifahan ini, tugas kita
mengelola alam semesta ini, manfaatkan yang bisa kita manfaatkan tetapi jangan
dirusak. Bisa? Sangat bisa," lanjutnya.
Paradigma pembangunan yang selama ini dilakukan mewajarkan
kerusakan lingkungan alam terjadi, menurut Aher hal itu adalah paradigma yang
salah. Kata Aher, pembangunan atau tindakan ekonomi bisa dilakukan tanpa
merusak lingkungan. "Mengapa kita harus pro lingkungan? Karena masa depan
kita bukan hanya untuk kita, anak cucu kita harus menikmati," tutur Aher.
Kondisi lingkungan setelah eksplorasi harus dalam dua tipe
kondisi. Kondisi lingkungan pascaeksplorasi harus sama atau setara seperti
sedia kala, atau kondisinya lebih baik seperti sedia kala (sebelumnya). Selain
itu, lanjut Aher, dalam ilmu pertambangan kondisi flora dan fauna yang sifatnya
langka atau hanya ada di lokasi tersebut harus tetap terjaga dan wajib hukumnya
diselamatkan, sehingga tidak akan terjadi kepunahan. Kemudian yang harus
diselamatkan juga, yakni top soil atau lahan subur di lokasi usaha tambang.
Sementara itu, Kepala DPMPTSP Jawa Barat Dadang Masoem
mengatakan, izin pertambangan kepada 33 pemohon ini bisa diserahkan dengan
cepat setelah dihapusnya BKPRD. "Dengan dihapuskannya Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah (BKPRD), inilah barangkali hasilnya yang memberikan
percepatan dalam memberikan permohonan izin ini," ungkap Dadang dalam
laporannya.
"Dengan tidak adanya BKPRD yang pada saat itu selalu
menunggu waktu kapan ada waktu untuk melaksanakan pleno, sekarang dengan tidak
adanya BKPRD, semua permohonan perizinan diberikan langsung ke Dinas Bina Marga
dan Penataan Ruang (BMPR), setelah itulah teknis selesai maka dikembalikan ke DPMPTSP,"
tambahnya.
"Saya mengatakan kepada para pihak bahwa, dengan tidak
adanya BKPRD itu bukan berarti fungsinya hilang. Fungsi BKPRD tetap ada, tapi
diambil alih dengan tupoksi terkait oleh Dinas BMPR. Dan justru ternyata lebih
cepat," kata Aher usai penyerahan izin kepada awak media.
Percepatan ini juga sesuai dengan Percepatan Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
Dalam surat Nomor: S-33/M.EKON/01/2018 tanggal 23 Januari 2018 kepada para Gubernur,
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Darmin Nasution meminta para kepala
daerah agar menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Kerja
Pemerintah tanggal 23 Januari 2018, yang membahas Percepatan Pelaksanaan
Berusaha di Daerah, sebagai berikut:
1. Kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan
daerah, yaitu melalui peningkatan investasi dan peningkatan ekspor. Pada saat ini beberapa indikator ekonomi dan
daya saing nasional membaik, namun realisasi investasi masih rendah. Salah satu
hambatan investasi adalah hambatan dalam penyelesaian perizinan berusaha.
2. Dalam rangka percepatan realisasi investasi dan berusaha
sebagaimana tujuan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan
Pelaksanaan Berusaha, diharapkan kesediaan Gunernur sebagai Wakil Pemerintah
Pusat di Daerah untuk:
a. Membentuk Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Berusaha
Provinsi bagi Provinsi yang belum membentuk dengan mengacu kepada surat Menteri
Dalam Negeri Nomor: 300/7985/SJ tanggal 7 November 2017, paling lambat akhir
Januari 2018;
b. Melakukan inventarisasi perizinan berusaha di Provinsi
(daftar jenis perizinan, persyaratan, dan dasar hukum pelaksanaan perizinan),
paling lambat akhir Januari 2018;
c. Melakukan reformasi regulasi perizinan berusaha di
Provinsi, paling lambat akhir Maret 2018;
d. Melakukan penguatan fungsi Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) Provinsi dengan mendelegasikan seluruh kewenangan perizinan kepada PTSP
dan melakukan penyiapan pelaksaan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik (Online Single Submission), paling lambat akhir April 2018;
e. Melaporkan data new entrants/permohonan investasi baru
yang telah didaftarkan di provinsi (yang berisi sektor usaha, kode KBLI, nilai
investasi, nama perusahaan, PMA/PMDN, dan lokasi) pada setiap akhir bulan;
f. Mengkoordinasikan Bupati/Walikota untuk;
1) Membentuk Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Berusaha
Kabupaten/Kota bagi kabupaten/kota yang belum membentuk dengan mengacu kepada
surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 300/7984/SJ tanggal 7 November 2017, paling
lambat akhir Januari 2018;
2) Melakukan inventarisasi perizinan berusaha di
kabupaten/kota (daftar jenis perizinan, persyaratan, dan dasar hukum
pelaksanaan perizinan, paling lambat akhir Januari 2018;
3) Melakukan reformasi regulasi perizinan berusaha di
kabupaten/kota, paling lambat akhir Maret 2018;
4) Melakukan penguatan fungsi Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) Provinsi dengan mendelegasikan seluruh kewenangan perizinan kepada PTSP
dan melakukan penyiapan pelaksanaan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik (Online Single Submission), paling lambat akhir April 2018;
5) Melaporkan data new entrants/permohonan investasi baru
yang telah didaftarkan di kabupaten/kota (yang berisi sektor usaha, kode KBLI,
nilai investasi, nama perusahaan, PMA/PMDN, dan lokasi) pada setiap akhir
bulan;
3. Menyampaikan laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud
pada angka 2, kepada:
- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Satuan Tugas Nasional Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Gedung Ali
Wardhana Lt. 4, Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta Pusat. Telepon:
021-3521978, 3521971, Faksimili: 021-3521861, 3521855.
Ketentuan Pemegang Izin Bidang Pertambangan
Bagi para pemegang izin usaha bidang pertambangan, berikut
beberapa ketentuan yang harus diperhatikan:
A. Pemegang Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP):
1. Mengajukan permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Eksplorasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah penerbitan,
2. Mendapatkan perizinan terkait, dalam rangka menunjang
pelaksanaan kegiatan IUP Eksplorasi, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan,
3. Tidak memindahtangankan WIUP kepada pihak lain tanpa
persetujuan pemberi izin, dan
4. Tidak melakukan penambangan.
B. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP-Eks):
1. Melaksanakan kegiatan ekspolrasi setelah mendapat
persetujuan dari pemegang hak atas tanah dalam WIUP,
2. Bertanggung jawab atas segala kejadian yang akan
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, kerugian dan bencana yang diakibatkan
pelaksanaan eksplorasi, serta segera melaporkan apabila terdapat kejadian luar
biada atau perubahan yang tidak umum,
3. Dilarang dipindahtangankan dan/atau dikerjasamakan kepada
pihak lain tanpa persetujuan pemberi izin sesuai kewenangannya, dan
4. Dilarang melakukan kegiatan operasi produksi pada waktu
melaksanakan kegiatan eksplorasi.
C. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
(IUP-OP):
1. Dapat melakukan kegiatan kontruksi, produksi, pengolahan,
dan pemurnian dalam WIUP-OP serta pengangkutan dan penjualan, untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun,
2. Bertanggung jawab atas segala kejadian yang akan
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, kerugian, dan bencana yang diakibatkan
pelaksanaan operasi produksi, serta segera melaporkan apabila terdapat kejadian
luar biasa atau perubahan yang tidak umum,
3. Dilarang dipindahtangankan dan/atau dikerjasamakan kepada
pihak lain tanpa persetujuan pemberi izin sesuai kewenangannya,
4. IUP Operasi Produksi ini bukan merupakan hak atas
kepemilikan tanah dan hak atas tanah dipermukaan bumi.