Mitrapolisi/
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI menggelar
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Persiapan Pemilihan Kepada Daerah
(Pilkada) Serentak 2018 di Hotel Kartika Candra, Jl. Jenderal Gatot Subroto
Jakarta, Senin (23/10/17). Dalam rakornas ini terungkap, Komisi Pemilihan Umum
(KPU) menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2018
mencapai 77,5%.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) hadir dalam
Rakornas yang dihadiri juga oleh para kepala daerah, yaitu para Gubernur/Wakil
Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, serta Walikota/Wakil Walikota peyelenggara
Pilkada 2018.
Pilkada Serentak ketiga ini akan menggelar pesta demokrasi
untuk Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di 171 daerah. Diantaranya 17
provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Provinsi yang akan menggelar Pilkada
tahun depan, yaitu: Provinsi Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, Kemendagri meminta peran Pemerintah
Daerah dalam mendukung serta menyukseskan Pilkada Serentak 2018.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan menurut Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri
RI Sumarsono, yaitu melalui sosialisasi yang masif kepada masyarakat melalui
berbagai media.
"Dukungan peningkatan partisipasi pemilih. KPU
menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2018 sebesar 77,5%,"
kata Sumarsono dalam pengarahannya mewakili Menteri Dalam Negeri.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Kemendagri untuk
mendukung peningkatan partisipasi pemilih, diantaranya: Pertama, sosialisasi
teknis pemilihan oleh SKPD terkait, Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pilkada
wajib menyelaraskan Pilkada dengan Pemerintah Pusat. Kedua, menentukan hari
libur kepada masyarakat pada saat pemungutan suara dengan menentukan tanggal
dan bulan pemungutan suara, agar pemilih bisa menggunakan hak pilihnya. Ketiga,
memberikan pemahaman kepada pemilih untuk peduli berpartisipasi pada
pelaksanaan Pilkada agar masyarakat bisa mendapat iklim yang kondusif saat
pesta rakyat di beberapa daerah. Keempat, mensosialisasikan pentingnya Pilkada
melalui media cetak dan elektronik untuk penentu bagi tingkat pasrtisipasi
pemilih dalam Pemilu.
Untuk itu, pada kesempatan ini, Sumarsono juga menekankan
perlu adanya dukungan teknis dan sosialisasi dari Pemda. Menurutnya, perlu ada
pembentukan regulasi tentang teknis Pilkada dengan mengevaluasi pelaksanaan Pilkada
sebelumnya dan meminimalkan terjadinya pelanggaran. Selain itu, perlu dilakukan
juga dukungan sosialisasi pelaksanaan Pilkada di setiap daerah oleh Pemda.
Pemerintah Pusat juga mewajibkan pembentukan Desk Pilkada di setiap daerah yang
menggelar Pilkada.
"Ini (sosialisasi) bisa dilakukan dalam berbagai
bentuk, seminar, spanduk, banner, iklan layanan masyarakat, dan lain-lain.
Sasaran utama adalah pemilih yang daerahnya melaksankan Pilkada," kata
Sumarsono.
"Jadi bagi Kepala Daerah, untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat. Silahkan kalau mau membuat bentuk dukungan supaya sukses -- bukan
dukungan memilih calon tertentu ya, tapi dukungan dalam menggerakkan masyarakat
agar datang ke TPS dalam rangka sukses Pemilu, dipersilakan. Namun, tulisan,
bentuk, dan tempat silahkan koordinasi dengan KPU dan semua pihak,"
lanjutnya.
Sementara itu, terkait persiapan Pilkada Serentak 2018 ini,
Sumarsono mengajak para pemangku kepentingan dan Pemda untuk melihat berbagai
potensi permasalahan yang ada yang perlu diantisipasi.
Sumarsono menjelaskan, perekaman dan data kependudukan di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), termasuk di dalamnya
pembaharuan data penduduk perlu dukungan dari semua stakeholder, terutama para
Kepala Daerah. Selain itu, terkait Nota Perjanjian Hibah Darerah (NPHD),
Kemendagri pun meminta bagi daerah yang belum sepakat (antara KPU/Bawaslu
dengan Pemda) dan belum menandatangani NPHD agar segera menyelesaikannya.
"Sebagian besar Panwaslu di kabupaten/kota masih dalam
proses pembentukan. Karena lembaganya bersifat ad hoc. Untuk hal ini, maka
Pemerintah telah menerbitkan surat kepada Pemda bahwa dalam hal Panwaslu
kabupaten/kota belum terbentuk maka pembahasan NPHD Panwaslu tersebut dapat
dilakukan oleh Bawaslu Provinsi masing-masing. Ini shortcut untuk lebih
mempercepat," kata Sumarsono.
Hal lainnya, Sumarsono menekankan perlu ada perhatian khusus
dari penyelenggara Pilkada terhadap distribusi logistik pengamanan. Khususnya
terhadap daerah penyelenggara Pilkada yang memiliki cakupan luas wilayah
pengamanan besar, tantangan kondisi geografis, tinggi, aktivitas distribusi
logistik, dan cakupan daerah wilayah kerja yang luas, seperti di Provinsi
Papua.
"Antisipasinya adanya keterlambatan distribusi dan dan
pencurian logistik," ujar Sumarsono.
Total anggaran yang dibutuhkan untuk menggelar Pilkada
Serentak 2018 setelah penandatangan NPHD mencapai Rp 15,2 Triliun. Sementara
total anggaran setelah penandatanganan NPHD bersama KPU di 171 daerah sebesar
Rp 11,9 Triliun. Untuk anggaran setelah penandatanganan NPHD dengan Bawaslu di
106 daerah sebesar Rp 2,9 Triliun. Dan total anggaran setelah penandatangan
NPHD di empat daerah dengan TNI/Polri untuk pengamanan Rp 339,6 Miliar (angka
sementara).
Pihak keamanan yang terlibat dalam Pilkada Serentak 2018,
yaitu personel linmas di TPS sebanyak 763.633 personel, 163.485 personel Polri,
dan 35.5544 personel TNI.
"Angka di atas baru yang tercatat. Nanti kalau semua
(NPHD) sudah ditandatangani bisa naik jadi Rp 20 Triliun. Luar biasa. Makanya
mudah-mudahan ini (Pilkada 2018) sukses karena harga dari sebuah demokrasi yang
harus dibayar negeri ini," tukas Sumarsono.
Hal penting lain yang diungkapkan Kemendagri dalam Rakornas
ini, yaitu tentang netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Kemendagri telah
membentuk tim bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan
Reformasi Birokrasi untuk melakukan pengawasan terhadap netralitas PNS,
menegakkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan ASN, menegakkan larangan
fasilitas negara untuk kepentingan kampanye, serta menyebarluaskan aturan
terkait netralitas ASN.
Momentum Demokrasi
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto yang hadir dalam rakornas ini, menyebut
bahwa ajang Pilkada merupakan momentum penting dan strategis. Ajang demokrasi
melalui Pemilihan Kepala Daerah langsung bisa membangkitkan eksistensi kita
sebagai bangsa.
Maka dari itu, dalam proses Pilkada ada mekanisme yang harus
terus diperbaharui. Kata Wiranto, Pilkada menjadi penentu pemimpin bangsa,
sehingga pemimpin hasil Pilkada harus memiliki kualitas atau kompetensi agar
masyarakat atau sebuah bangsa bisa berjaya.
"Harus ada langkah dinamis yang tidak statis, sebab
yang kita hadapi (dalam Pilkada) adalah manusia. Dengan demikian maka tugas
yang kita hadapai adalah tugas yang harus dikoordinasikan, disinkronkan,
diserasikan antara rakyat yang memilih, dengan pemimpin yang akan dipilih, dan
partai politik yang sebenarnya punya tugas luar biasa merekrut, menyeleksi
calon pemimpin untuk kemudian dipertandingkan dalam Pemilu," ungkap
Wiranto dalam Rakornas Pilkada Serentak 2018 di Hotel Kartika Candra, Jl.
Jenderal Gatot Subroto Jakarta, Senin (23/10/17).
"Partai Politik tentu telah berusaha menampilkan
calon-calon pemimpin yang punya kompetensi yang baik. Tapi kita juga tahu bahwa
parpol juga punya obsesi ingin menang. Dan terkadang antara keinginan parpol
yang ingin menang dengan kewajiban untuk menampilkan pemimpin yang punya
kompetensi sebagai pemimpin ini bertabrakan. Nah, saya bisa berbicara seperti
itu karena saya mantan pimpinan partai politik. Di satu sisi partai politik
punya kewajiban menyeleksi masyarakat calon pemimpin untuk dimasukan dalam
pertandingan tingkat daerah dan tingkat nasional, sehingga kutub yang paling
ujung yang menentukan baik-buruknya pemimpin adalah partai politik,"
paparnya.
Lebih lanjut, Wiranto mengatakan permasalahan berikutnya
dalam ajang demokrasi sumbernya adalah masyarakat itu sendiri. Mengutip
pernyataan dari mantan Wakil Presiden Boediono, kata Wiranto bahwa Demokrasi
yang sehat akan berjalan pada saat pendapatan per kapita masyarakat telah
mencapai 6.600 Dollar AS. Hal ini karena apabila masyarakat telah memiliki
pendapatan sebesar itu, masyarakat akan melek politik dan tahu tentang hak dan
kewajibannya dalam memilih pemimpin. Pendapatan masyarakat kita saat ini hanya
3.300 Dollar AS per kapita, sehingga rawan terjadinya money politic seperti
serangan fajar dan serangan senja.
"Oleh karena itu, kalau kita sudah menghadapi seperti
itu maka satu-satunya cara adalah ayo kita koordinasi dengan baik. Ada
keterbukaan antara stakeholder dalam Pilkada harus bekerja sama-sama,"
tutur Wiranto.
Di penghujung arahannya, Menko Polhukam pun memetakan
(maping) kerawanan permasalahan dalam Pilkada. Permasalahan ini ada sebelum,
selama Pilkada berlangsung, dan setelah Pilkada. Permasalahan sebelum dan pada
saat Pilkada seperti oknum keamanan yang tidak netral, politisasi dan
netralitas ASN, netralitas penyelenggara Pemilu, money politic, isu Sara,
kampanye bohong atau ujaran kebencian, pembunuhan karakter, serta validitas
daftar pemilih. Masalah-masalah tersebut perlu diantisipasi serta dicegah dalam
rangka Pilkada yang jujur, adil, bebas, dan rahasia.
"Setelahnya, masih ada perselisihan hasil Pilkada di MK
(Mahkamah Konstitusi), sengketa pasangan antar-calon. Ini semua masalah-masalah
yang perlu antensi kita untuk kita selesaikan sebelum dan sesudah pelaksanaan
Pilkada," pungkas Wiranto.
Jabar Paling Siap
Sebelumya, Provinsi Jawa Barat dinilai sebagai paling siap
dalam penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2018 mendatang, baik dari segi
pendanaan, keamanan dan daftar pemilih oleh Direktur Fasilitasi Kepala Daerah
dan DPRD Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal
Malik, yang saat itu memantau pra kondisi Pilkada serentak 2018 bersama tim
khususnya ke Pemprov Jabar, Jumat (15/09/2017) lalu.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengutarakan optimismenya,
Pilkada serentak 2018 di Jabar akan berjalan lancar dan aman dari mulai
persiapan hingga terpilihnya pemenang Pilkada.
"Kita punya pengalaman bahwa Pilkada di Jabar selalu
aman, belum pernah ada kerusuhan apapun ini pertanda bahwa masyarakat Jabar
dalam konteks demokrasi sudah dewasa, kalaupun ada sengketa palig hebat
diselesaikan di MK, selesai," ujar Aher.
Terkait pembiayaan Pilkada baik bagi Kota, Kabupaten dan
Provinsi, Aher menyatakan sudah siap. Kalaupun dari Kabupaten atau Kota ada
yang kekurangan dana, pihaknya akan meminta merevisi APBD yang bersangkutan.
"Pembiayaan sudah siap baik dari Provinsi maupun
Kabupaten dan Kota. Kalau ada dari Kabupaten atau Kota yang kurang kita akan
minta merevisi APBD yang bersangkutan karena yang paling penting adalah lancar
pelaksanaannya dan aman," jelasnya.
Dana untuk Pilkada pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur Jabar
sendiri, Pemprov Jabar telah menganggarkan sebesar 1,6 Triliun. Dana tersebut
sudah termasuk dana pengamanan yang nanti akan diserahkan ke Polda Jabar, Polda
Metro Jaya, Kodam III Siliwangi dan Kodam Jaya.
Dari 1,6 Triliun itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar
mendaptkan dana sharing sebesar Rp 1,169 Triliun, Bawaslu Jabar Rp 322,6
Milyar, Polda Jabar Rp 174,5 Milyar, Polda Metro Jaya Rp 22,15 Milyar, Kodam
III Siliwangi Rp 26,372 Milyar dan Kodam Jaya Rp 2.89 Milyar.
Melihat pada Pilkada sebelumnya jumlah pemilih di jabar
mencapai 63 persen. Aher optimis, tahun ini jumlah tersebut akan bertambah
dengan terus gencar melakukan sosialisasi ke tiap daerah.
"Harapannya kita ingin apalagi para pemilih pemula kan
terdidik kita minta supaya menggunakan hak nya dengan baik, pilih sesuai hati
nurani, mereka kan generasi gadget karena itu nanti pendekatan sosialisasinya
pendekatan milenia juga melalui teknologi informasi," pungkas Aher.