Mitrapolisi/
BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar)
meminta semua pihak bersabar terkait regulasi akhir transportasi online yang
akan segera diputuskan pemerintah pusat pada Selasa (17/10/2017).
Kepala Dinas Perhubungan Pemprov Jabar Dedi Taufik
mengatakan hal tersebut usai menerima aspirasi para pelaku transportasi online
di Ruang Rapat Mashudi, Gedung Sate, Senin (16/10/2017) siang.
"Alangkah lebih baik dan maslahat kita semua bersabar
menunggu putusan dari pemerintah pusat yang sudah dijanjikan akan diputuskan
Selasa, 17 Oktober 2017," katanya.
Selain Dedi, turut hadir sebagai perwakilan adalah Kepala
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinisi Jawa Barat Ruddy Gandakusumah dan Biro Hukum dan HAM
Setda Prov. Jabar, Tatang. Turut hadir pula Dirlantas Polda Jabar Kombes Pol.
Prahoro serta perwakilan dari Dinas Perhubungan Kota Cimahi. Sementara
perwakilan transportasi online dipimpin Wakil Ketua HDBR (Himpunan Driver
Bandung Raya) Andrian Mulya P sekaligus pengurus Geram (Gerakan Aksi Bersama
Online Bandung Raya) didampingi jajarannya.
Menurut Dedi, semua pihak tidak boleh mendesak adanya
tindakan dari aparat, apalagi main hakim sendiri karena dasar hukum dari
transportasi online ini belum definitif dari pemerintah pusat.
"Karena itulah, kita harus ikut menjaga semuanya. Mari
bersama jaga kondusivitas karena masalah ini masih dibahas. Yang jelas,
aspirasi akan kami teruskan," sambungnya.
Pemprov Jawa Barat juga menghimbau agar aspirasi tidak
disalurkan kembali dalam bentuk pengerahan massa besar-besaran, tapi bisa
melalui diskusi intensif.
Dalam pertemuan, Andrian Mulya menyampaikan aspirasi agar
segera dikeluarkan perda terkait masalah transportasi online baik roda dua maupun
roda empat, tidak ada demo dari semua pihak selama perda dikeluarkan, juga
tidak ada aksi tandingan dari pihak lain.
Mereka juga meminta tidak ada intimidasi kepada pihak driver
online selama perda belum ada, turunkan spanduk yang memprovokasi, dan ancaman
mengerahkan demo lebih banyak.
Tinjauan Pakar
Sementara itu dalam keterangan persnya, pakar hukum dari
Universitas Padjadajran (Unpad), Prof. I Gede Panca Astawa, mengatakan selama
dilakukannya revisi Permenhub No 26 tahun 2017, maka untuk mengisi kekosongan
peraturan perundang-undangan (wet vacuum), Pemprov Jabar meminta Menteri
Perhubungan segera mengeluarkan surat edaran sebagai bentuk beleid regel.
"Ini bersumber pada kewenangan bebas (vrij bevoegheid)
ataupun diskresi yg dimiliki Menteri Perhubungan dalam kapasitasnya sebagai
pejabat administrasi negara, dengan tetap mengacu pada UU No.20/2008 dan UU
no.22/2009 serta PP No.74/2014," katanya.
Pemprov Jabar juga mendukung langkah Menteri Perhubungan
segera merevisi 14 pasal dalam Permenhub No 26 tahun 2017 dengan memperhatikan
pertimbangan - pertimbangan hukum yg menjadi dasar putusan MA No. 37
P/Hum/2017.
"Sambil menunggu diberlakukannya revisi Permenhub no.
26 tahun 2017, Pemprov Jabar mendorong dan memfasilitasi terbangunnya
kesepakatan antara angkutan umum/taksi konvensional dan operator angkutan sewa
khusus berbasis aplikasi on line," katanya.
Senada, Dr. Ir. Idwan Santoso, MSc., DIC, pengamat
transportasi mengatakan, kondisi yang kondusif di Jawa Barat hanya mungkin
terjadi jika seluruh pemangku kepentingan dapat menahan diri dalam menghadapi
masa transisi sampai ada kepastian hukum yang baru.
"Sebetulnya langkah yang telah dilakukan Pemprov Jabar
dalam beberapa hari belakangan ini patut mendapat apreasiasi. Karena dengan
langkah tersebut, potensi kekacauan besar yang mungkin terjadi dapat dicegah.
Tentunya, pemerintah pusat segera menyelesaikan masalah kekosongan hukum ini
secepatnya, agar masyarakat luas maupun pihak-pihak yang terlanjur berperan
dalam industri transportasi ini tidak dirugikan," katanya.
Perwakilan dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa
Barat Sony Sulaksono Wibowo mengatakan, pihaknya mengharapkan semua elemen
masyarakat menahan diri untuk menciptakan suasana kondusif di wilayah
Metropolitan Bandung Raya khususnya dan Jawa Barat umumnya.
"MTI Jawa Barat melihat konflik horizontal
yang terjadi di Bandung dan Jawa Barat terpicu salah satunya ketidakadaannya
payung hukum untuk pemerintah daerah menyusun kebijakan. Pengguna layanan
angkutan umum, apa pun bentuknya, diharapkan sadar akan hak dan kewajibannya
dalam menggunakan layanan tersedia. Demikian juga penyedia layanan angkutan,
baik dengan maupun tanpa aplikasi, harus menyadari aturan yang ada dan
mematuhinya untuk kepentingan bersama," pungkasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar