Kamis, 17 November 2016

BILA PENGUKURAN LAHAN BIJB TDK SELESAI UANG NEGARA Rp4,5TRILIUN TIDAK ADA ARTINYA.

Mitrapolisi/
BANDUNG-Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menyatakan, proses pengukuran pembabasan sisa lahan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka dipastikan tetap berjalan meski dihadapi penolakan.

Seperti diketahui, ribuan warga Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka menduduki lahan sebagai bagian aksi penolakan terhadap pengukuran lahan untuk Bandara Internasional Jawa Barat. Warga yang didominasi berprofesi petani melangsungkan apel bersama sebelum menggelar aksi tersebut.

Gubernur yang akrab disapa Aher menegaskan, jika pengukuran lahan tidak selesai, uang negara sebesar Rp4,5 triliun akan tidak ada artinya.

“Sedang berlangsung pengukuran hari ini. akan terus. Kalau pengukuran tidak selesai tahun ini, ya mubazir kita ngeluarin duit Rp4,5 triliun,” tegas Aher di Gedung Sate Kota Bandung, Kamis (17/11/2016).

Aher menuturkan, alokasi tersebut telah digunakan diantaranya pembebasan lahan mencapai Rp1 triliun lebih, runway Rp1,6 triliun, air trafic control sekitar Rp500 milyar dan terminal Rp2,1 triliun.

“Kalau runway tidak bisa diperpanjang sampai 3.000 meter, mubazir semua kan. Oleh karena itu tahun ini terakhir harus terlaksana pembebasan lahan,” terangnya.

Aher menegaskan, segala cobaan dalam proses pengukuran lahan akan ditempuh dengan segala cara untuk mensukseskan pembangunan Bandara kelas Internasional itu.

“Uang negara beberapa triliun akan mubazir kalau kemudian runwaynya tidak ada. Terminal ada, segala macam ada, runway nya kurang, gak bisa mendarat dong pesawat,” tegasnya.


 Tak banyak yang menyadari bahwa hari ini, Rabu 16 November 2016, diperingati sebagai Hari Angklung Sedunia. Angklung menjadi sebuah kebanggaan bagi bangsa Indonesia karena menjadi salah satu identitas karya dan budaya bangsa Indonesia di mata dunia.

Angklung telah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. UNESCO mengakui Angklung pada tanggal 16 November 2010 lalu yang kemudian dijadikan sebagai Hari Angklung Sedunia hingga saat ini.

Menurut laman resmi Saung Angklung Udjo, sebenarnya tidak ada keterangan yang pasti mengenai kapan angklung mulai ada dan dimainkan dalam masyarakat Indonesia. Keterangan tertua mengenai angklung ada dalam kitab Nagara Kertagama yang menceriterakan bahwa angklung merupakan alat bunyi-bunyian yang dipergunakan dalam upacara penyambutan kedatangan raja.

Dalam kitab itu juga diceritakan bahwa kesenian angklung dimainkan rakyat untuk menyambut Raja Hayam Wuruk saat mengadakan peninjauan keliling daerah Jawa Timur pada tahun 1359 (Tim Penulisan Naskah Pengembangan Media Kebudayaan Jawa Barat, 1977:52). Angklung di Jawa mulai terkenal pada abad ke-17. Pada masa itu di Keraton Sultan Agung, Banten, terdapat banyak sekali angklung yang didatangkan dari Bali (Tim Penulisan Naskah Pengembangan Media Kebudayaan Jawa Barat, 1977:52).

Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.

Dalam perkembangannya, angklung terus berkembang dan mengalami banyak modifikasi. Jika dulu hanya dimainkan saat perayaan-perayaan tradisional seperti saat panen raya, maka kini angklung dapat dimainkan siapapun, di manapun, dan kapanpun.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar