Menurut dia, konsep full day
school yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
23/2017 memiliki tujuan yang bagus. Namun dalam pelaksanaannya, ia khawatir
menimbulkan banyak persoalan.
Salah satunya, berbenturan dengan
kegiatan belajar lainnya seperti Madrasah Diniaya yang biasa digelar usai
sekolah. "Mungkin nanti ada tabrakan kepentingan dengan Madrasah Diniah
khususnya bagi yang SD dan SMP. Nanti Diniah jadi hilang dong," katanya,
di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/6).
Padahal, kata dia, adanya
Madrasah Diniah sangat penting untuk membentuk karakter para siswa yang
berdasarkan pada kearifan lokal. Sehingga bila diberlakukan full day school
bisa mengurangi kesempatan siswa mendapat pelajaran agama di luar sekolah umum.
"Padahal diniah itu menjadi
bagian cara kita membentuk generasi, cara melengkapi pelajaran yang ada di
sekolah keagamaannya kurang, dimasukan ke diniah. Itu bisa menjadi revolusi
mental," ucapnya.
Selain itu, tidak semua sekolah
memiliki fasilitas lengkap untuk menjalankan konsep full day school. Hal itu
akan menjadi masalah lainnya yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah pusat.
"Yang jelas wajar kalau
banyak suara (menentang) karena memang di lapangan tidak semua siap daya
dukungnya," ucap dia.
Dia menyarankan, ada kajian
kembali untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Sehingga penerapannya
tidak menuai masalah di lapangan. (sasa)*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar