Film pendek tersebut memuat
tentang bahayanya paham radikalisme yang dengan mudah merasuki kaum muda atau
pelajar yang cenderung masih labil, mudah dipengaruhi dan masih mencari jati
diri.
Namun menurut Deddy, tidaklah
mudah membuat film pendek tentang bahaya paham radikalisme karena sedikitnya
harus memiliki ilmu tentang perfilman.
"Harus ada ilmunya untuk
membuat film apalagi dalam upaya pencegahan terorisme jangan sampai ingin
mencegah terorisme malah merangsang lahirnya teroris baru," kata Deddy
saat membuka Workshop Pembuatan Video Bagi Pelajar Dalam Upaya Pencegahan
Terorisme, di Bandung, Selasa (15/08/2017).
Deddy menuturkan, dalam pembuatan
film bila salah pendekatan atau konten akan berakibat fatal terlebih film
tersebut tentang faham radikalisme.
"Ini film kalau salah
pendekatan, salah konten saya kira jadi fatal," ucapnya.
Oleh sebab itulah Workshop yang
diikuti ratusan pelajar SMU/ SMK se-Jabar ini menjadi sangat penting agar
peserta memahami bagaimana membuat skenario yang baik, pemeranan hingga proses
editing.
"Ini untuk meningkatkan
keterampilan pelajar kita supaya bagus dalam pembuatan film yang berkonten
pencegahan terorisme. Saya kira film sudah menjadi bagian dari kehidupan
kita," ungkapnya.
Dengan semakin banyaknya kampanye
positif melalui video-video kreatif karya anak muda Deddy berharap, dapat
semakin memperkuat daya tangkal dari virus radikalisme, mempertebal jiwa
pancasila, merawat kebhinekaan dan nasionalisme.
"Saya harapkan juga karya
video pendek dari Jabar bisa menembus grand final di ajang lomba video pendek
BNPT tingkat nasional," harapnya.
Workshop yang diinisiasi oleh
BNPT melalui Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi dan
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jabar pada bidang pemberdayaan
pemudan dan perempuan ini, diadakan dalam rangka pelibatan masyarakat khusunya
pelajar dalam pencegahan paham radikal terorisme. Hal ini karena pelajar
merupakan kelompok yang rentan disusupi oleh paham radikal terorisme yang saat
ini penyebarannya banyak dilakukan melalui dunia maya. Terlebih hingga tahun
2016 Indonesia menempati urutan keenam pengguna internet di dunia dengan jumlah
pengguna mencapai 102 juta orang lebih, bahkan tahun ini diprediksi akan
menjadi 112 juta orang.
Deddy kembali mengungkapkan,
selain menjadi obyek dari pencegahan paham radikal terorisme, pelajar dituntut
untuk aktif menjadi subjek atau pelaku pencegahan itu sendiri. Menurutnya hal
itu penting karena pola edukasi yang disebarkan oleh teman sebaya diyakini dapat
lebih mengena dengan selera kaum muda.
"Apalagi jika media yang
digunakan adalah video kreatif yang saat ini digandrungi anak muda sehingga
pesan-pesan disampaikan akan lebih mudah diserap," pungkas Deddy. (sasa)*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar