Netty mengungkapkan bahwa hingga
saat ini P2TP2A Provinsi Jawa Barat terus berkoordinasi dengan P2TP2A Kab.
Sukabumi untuk mendapatkan kejelasan peristiwa tersebut. "Sejak dua hari
kebelakang pihak kami terus berkomunikasi dengan P2TP2A Kab. Sukabumi dan
alhamdulillah sudah ada informasi yang lebih jelas lagi," katanya di Kota
Bandung, Jumat (11/8/17).
Sebelumnya, korban diberitakan
meninggal di halaman sekolah setelah bertikai dengan teman sekelasnya, namun
pihak sekolah membantah hal tersebut. Korban disebut 'hanya' dilempar minuman
beku dan mengenai telinganya.
"Ada hal-hal yang perlu
diluruskan terkait peristiwa tersebut, betul ada perkelahian antar siswa satu
dengan siswa lainnya namun setelah divisum ternyata korban menderita kelainan
pada pembuluh darah di otaknya sehingga terjadi pembekuan, hal tersebut
mengakibatkan terhambatnya aliran oksigen ke otak dan korban jatuh pingsan saat kejadian terjadi.
Bukan karena pukulan, tonjokan, atau kekerasan lainnya," ungkap Netty.
Netty menjelaskan mungkin karena
kaget, korban lalu jatuh tidak sadarkan diri. "Jadi ketika korban jatuh
dan pingsan, pelaku yang juga usia anak kelas 2 SD langsung lari panik mencari
gurunya. Jadi ini gambaran wajar karena bukan dipojokkan atau adanya
pengeroyokan," terangnya.
Dalam rangka mengimplemasikan
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) Nomor 11 tahun 2012,
kebijakan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum harus dipilih sebijak
mungkin, adapun anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat
menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan
diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
"Inilah tindakan penganganan
yang dilakukan P2TP2A dan Pemda Kabupaten Sukabumi, sehingga setiap masalah
yang mengakibatkan masalah baru dikemudian hari bisa diantisipasi sejak
dini."
Tak hanya itu, Netty juga
menghimbau agar masyarakat yang tidak tahu duduk perkaranya tidak membentuk
opini sendiri dan melakukan penghakiman secara masif terhadap pelaku sebelum
mengetahui apa yang melatarbelakangi kejadian tersebut.
"Sebuah kejadian yang sudah
jatuh keruang publik seperti media sosial dan kemudian jadi viral tentu akan
membangun opini. Betul bahwa negara kita negara hukum, negara yang punya
berbagai landasan konstitusional dan undang-undang, peraturan juga harus
ditegakkan. Tapi tetap saja kita juga harus melihat bagaimana prinsip
restorative justice yang ada dalam UU SPPA sehingga kita tahu bagaimana cara
memperlakukan korban dengan keluarganya dan pelaku yg masih usia anak sehingga
persoalan ini tidak melebar," tutup Netty. (sasa)*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar