Menginjak usia 72 tahun Indonesia
merdeka, hampir setiap hari kita mendengar jeritan perempuan dan tangisan
anak-anak yang belum bisa merasakan manisnya kemerdekaan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
perempuan dan anak Indonesia seolah tidak bebas dalam membangun dan
mengembangkan kapasitas dirinya sebagai manusia. Karena saat ini masih banyak
ditemukan kasus-kasus yang melibatkan perempuan dan anak.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan
mengatakan bahwa makna kemerdekaan sesungguhnya bagi perempuan dan anak adalah
menjadikan mereka sebagai subjek pembangunan agar bisa mendapatkan pendidikan
yang tinggi, serta kehidupan yang layak.
"Makna kemerdekaan untuk
perempuan dan anak adalah kita menjadi subjek pembangunan, terlibat secara
langsung, memiliki akses kontrol terhadap manfaat-manfaat pembangunan,"
ungkap Netty saat ditemui usai mengikuti Gelar Senja di Lapangan Gasibu
Bandung, Kamis (17/8/17) sore.
"Dan terakhir tentu saja
yang namanya merdeka sejati adalah terbebasnya perempuan dari segala bentuk
kekerasan dan diskriminasi," sambungnya.
Saat ini kekerasan terhadap
perempuan dan anak semakin kompleks, beragam pola dan tingkat kekerasannya.
Bentuknya antara lain kekerasan dan kejahatan siber, pelecehan seksual, hingga
perdagangan manusia.
Ironisnya, kaum perempuan dan
anak-anaklah yang rentan menjadi korban kasus-kasus tersebut. Menurut Data dari
Komnas Perempuan, pada 2016 tercatat ada 259.150 kasus kekerasan terhadap
perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan dan
anak bagaikan 'fenomena gunung es'. Karena kasus yang muncul ke permukaan hanyalah
sebagian kecil, sedangkan yang lebih besar dan luas lainnya seolah tak
terlihat.
Beberapa hal yang perlu dilakukan
adalah peran orang tua untuk menanamkan perilaku dalam keluarga tanpa
kekerasan, memantau perkembangan perilaku dan psikologis anak, ikut mengawasi
lingkungan sekitarnya dan secara bersama-sama membentuk kelembagaan di
lingkungan sosial untuk memberikan pengawasan terhadap perilaku anak.
Maka dari itu, di Hari
Kemerdekaan ini tentu sangat relevan untuk dijadikan sebagai momentum agar terus
melibatkan peran perempuan dan anak Indonesia guna menekan angka kekerasan
terhadap perempuan dan anak.
"Merdeka itu juga bebas dari
kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran," tutup Netty. (sasa)*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar